Jakarta,reporter.web.id- Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak pemerintah dan DPR RI segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Komnas Perempuan telah bersurat ke pimpinan DPR agar bisa bertemu dan mendorong RUU ini disahkan menjadi undang-undang.
Dalam keterangan yang diterima, Sabtu (15/6/2024), Komnas Perempuan menyampaikan tuntutan ini dalam rangka memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional setiap 16 Juni. Peringatan Hari PRT Internasional menjadi momen penting bagi dunia untuk menghargai dan memberikan pelindungan terbaik kepada PRT.

Komnas Perempuan menyebut selama ini PRT bekerja untuk mengurus rumah tangga dan anggota keluarga di dalamnya yang masuk dalam kategori kerja perawatan (care-work). Sejalan dengan perkembangan sosial dan ekonomi, khususnya meningkatnya keterlibatan perempuan dalam pasar tenaga kerja, pekerjaan ini bertransformasi dari kerja tak berbayar yang bercorak perhambaan (servitude) menjadi kerja reproduksi sosial yang menjadi bagian dari sektor jasa (service work). Kerja kerumahtanggaan dialihkan kepada tenaga kerja pengganti, yaitu PRT.

Namun, lanjut Komnas Perempuan, jenis pekerjaan ini dikonstruksikan sebagai sektor kerja tidak produktif, bagian dari pekerjaan kodrat, dan tidak membutuhkan keahlian. Karena itu, kemudian pekerjaan rumah tangga dinilai tidak membutuhkan pengaturan perlindungan yang bersifat formal, melainkan hasil negosiasi sedemikian rupa atau berdasarkan kerelaan atau kemurahhatiaan pemberi kerja.

Komisioner Tiasri Wiandani mengingatkan bahwa kondisi kerja tidak layak PRT harus segera diperbaiki sebagai bagian dari pemenuhan tanggung jawab negara terhadap Hak Perempuan Pekerja sekaligus Hak Konstitusional Perempuan. Pengakuan dan perlindungan hukum untuk memperbaiki kondisi dan situasi kerja layak mendesak pengaturannya. Salah satunya melalui RUU PPRT yang sudah 20 tahun berproses namun tidak kunjung disahkan.

Akibatnya, kata dia, sampai saat ini sebagai pekerja, PRT terus mengalami situasi rentan, kerja tidak layak, dan berbagai tindak kekerasan, penganiayaan, bahkan perbudakan.

"Situasi ini seharusnya menjadi pertimbangan DPR RI untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT yang telah diperjuangkan selama 20 tahun. Terutama mengingat DPR RI telah menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR pada Maret 2023. Presiden juga telah mengirimkan DIM (Daftar Inventaris Masalah) RUU PPRT ke pimpinan DPR dan menunjuk kementerian yang mewakili pemerintah untuk melakukan pembahasan RUU PPRT bersama DPR," kata Tiasri Wiandani.

Berbagai upaya telah dilakukan Komnas Perempuan, masyarakat sipil dan pemerintah untuk mendorong DPR dan Pemerintah segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT. Mengingat ketentuan dalam undang-undang pembentukan perundang-undangan jika tidak ada satu nomor DIM yang disepakati pada sisa waktu periode legislatif saat ini, maka RUU PPRT dikategorikan sebagai RUU non-carry over. Yang berarti RUU PPRT harus dimulai kembali kepada tahap perencanaan di periode DPR RI 2024-2029.

Komisioner Satyawanti Mashudi menyampaikan bahwa sebagai upaya untuk mempercepat pembahasan RUU PPRT, pada satu bulan terakhir Komnas Perempuan telah bersurat untuk berdialog dengan seluruh fraksi partai politik dan pimpinan DPR. Komnas Perempuan telah berdialog dengan Fraksi Partai NasDem, Partai Amanat Nasional, dan PDIP untuk mendapatkan gambaran situasi politik dan tantangan yang dihadapi DPR hingga RUU PPRT tidak kunjung dibahas.

"Kami berharap dapat berdialog pula dengan fraksi-fraksi lain seperti Fraksi Golkar, PKS, PKB, PPP juga Pimpinan DPR RI untuk mendorong pengesahan RUU PPRT sebagai legasi pada periode DPR ini," ujarnya.

Sementara itu, komisioner Siti Aminah Tardi menyampaikan terkait materi dalam RUU PPRT yang sering dipertanyakan seperti hak-hak PRT yang harus diberikan, pemberi kerja tidak perlu khawatir karena dalam RUU PPRT yang dilindungi adalah pemberi kerja dan PRT.

Siti mengatakan penghormatan dan pemenuhan hak-hak PRT juga merupakan bagian dari pelaksanaan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. RUU PPRT juga bukan menekankan intervensi pada ruang privat karena sudah ada pengaturannya di dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Menurutnya, RUU PPRT adalah sebagai payung hukum dan pelindungan bagi PRT dan Pemberi Kerja dalam relasi hubungan kerja.(red.J)