Breaking News

Program TLC Dorong Guru Rancang Modul Anti Perundungan di Sekolah

 


Jakarta,   reporter.web.id  - Kasus bullying atau perundungan di lingkungan sekolah semakin marak terjadi. Setidaknya, dalam catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia terjadi 723 kasus perundungan di sekolah sepanjang 2023.

 
Angka tersebut meningkat tajam dibandingkan dengan 2022, terdapat 226 kasus perundungan. Peran aktif guru menangani dan mencegah perundungan kini semakin sentral.
 
Pelatihan guru guna menanggapi kasus perundungan semakin penting. Melalui program Teacher’s Learning Center (TLC), guru didorong mampu membuat materi modul yang bisa mengatasi perundungan di sekolah.

"Perundungan merupakan isu nasional yang genting dan harus diantisipasi. Pada pelatihan TLC yang sedang kami ikuti ini, sebagai Master Teacher, kami diberikan kesempatan untuk merancang beberapa materi modul yang salah satunya adalah mengenai Perundungan," ujar guru SMAN 5 Kendari, Wa Nini, dalam keterangannya kepada Medcom.id, Senin, 8 Januari 2024.
 
Adapun program ini hadir atas kolaborasi antara Dinas Pendidikan Sulawesi Tenggara dengan Putra Sampoerna Foundation (PSF) melalui inisiatif School Development Outreach (SDO). Program ini juga diikuti empat guru lainnya di SMAN 5 Kendari.

 
"Kami berlima diarahkan untuk mengkaji, menganalisis, dan mengolah isinya berdasarkan kebutuhan lingkungan pendidikan di Kendari agar relevan pada saat disosialisasikan kepada rekan-rekan guru lainnya. Di dalam modul ini, kami juga memberikan langkah-langkah antisipasi dan cara pengimplementasian di masing-masing lingkungan, baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat,” jelas Wa Nini.
 
Saat ini, total sudah ada 30 master teacher pada program TLC. Program ini telah berjalan sejak 2021 bagi guru di Sulawesi Tenggara.
 
Sebagai bagian dari implementasi modul yang telah disusun, guru juga melakukan simulasi skenario perundungan melalui peragaan guru dan siswa. Skenario yang disosialisasikan kepada peserta merupakan hasil dari berbagai referensi perundungan di dunia nyata, termasuk body shaming, kekerasan verbal, perundungan siber, candaan kasar, sampai kekerasan fisik dan psikis.
 
Pada akhir sesi role-play, peserta sosialisasi perundungan melakukan refleksi masalah dari sudut pandang korban, saksi, pelaku, keluarga, atau teman. Hal ini diperlukan agar mereka dapat mengetahui sikap yang harus diambil ketika perundungan terjadi.
 
Modul perundungan memetakan tiga lingkungan utama agar implementasi pencegahan perundungan makin terarah. Yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat yang saling berperan sebagai agen perubahan.
 
Keluarga menjadi pendidikan pertama dan utama yang wajib memberikan rasa aman dan nyaman. Sekaligus, mengontrol akses informasi yang berpotensi memicu tindakan perundungan masing-masing anggota keluarga.
 
Kemudian, sekolah harus membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) lingkungan satuan pendidikan dengan membuat alur informasi perundungan dari pelaporan korban dan saksi agar perundungan tidak berkelanjutan.
 
"Dalam lingkungan masyarakat, pergaulan anak di luar sekolah dan rumah yang lebih kompleks dapat dikontrol dengan kedekatan emosional antara anggota keluarga," terang Wa Nini.
 
Kepala Program Teachers Learning Center Sultra, Jani Natasari Sinulingga, percaya program pelatihan ini akan memberi dampak positif.
 
"Saya pribadi percaya, melalui para master teacher sebagai perpanjangan tangan kami dalam mencegah perundungan serta isu-isu pendidikan lainnya, sosialisasi dari modul-modul yang dibuat dalam program TLC ini akan terus meluas dan saya harap dapat memberikan imbas dalam jangka panjang,” tutur Jani.(red.al)
© Copyright 2022 - REPORTER.WEB.ID | Jaringan Berita Reporter Hari Ini