Bangkalan,   reporter.web.id  - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan, Jawa Timur (Jatim), mengajukan bantuan dana siap pakai kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk membantu korban bencana hidrometeorogi, seperti kekeringan ekstrem yang terjadi di wilayah itu pada musim kemarau kali ini.


Penjabat (Pj) Bupati Bangkalan Arief M Edie di Bangkalan, Jawa Timur, Selasa, menjelaskan, bencana kekeringan ekstrem melanda puluhan desa dan perlu penanganan cepat, sedangkan anggaran yang tersedia di APBD Pemkab Bangkalan terbatas.

"Kami berharap, semoga bisa cepat disetujui sehingga penanganan bencana kekeringan dampak kemarau di Bangkalan dapat segera teratasi," katanya.

Jumlah desa yang mengalami kekeringan dan kekurangan air bersih di kabupaten paling barat di Pulau Madura itu mencapai 78 desa yang tersebar di semua kecamatan. Jumlah itu meningkat dibanding tahun 2022 yang hanya 61 desa.

"Selain kekeringan, jenis bencana alam lainnya yang juga sering terjadi adalah banjir saat musim hujan," kata Arief.

Instansi terkait di lingkungan Pemkab Bangkalan, lanjutnya, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sebenarnya sudah melakukan berbagai upaya penanggulangan untuk menekan risiko bencana itu, namun karena anggaran terbatas, maka upaya yang dilakukan tidak maksimal.

BPBD telah melakukan pendataan DLH rutin melakukan aksi bersih-bersih aliran sungai untuk mencegah banjir. Sedangkan Dinas PUPR juga melakukan pengeboran di sejumlah desa yang mengalami kekeringan.

Pengeboran sumber air bersih di Bangkalan ini, kata Arief telah dilakukan di tiga desa. Namun keberadaan sumur bor itu belum mampu mencukupi kebutuhan air bersih semua anggota masyarakat di desa tersebut.

"Karena itu, kami mengajukan bantuan," katanya.

Sebelumnya dalam rapat koordinasi yang membahas tentang percepatan penanganan bencana di wilayah Jawa Timur serta antisipasi Bencana hidrometeorologi tahun 2023-2024 bersama BPBD Jatim, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto mengatakan bahwa Indonesia termasuk negara yang memiliki tingkat bencana yang tinggi, termasuk di Jatim yang mengalami kenaikan tingkat bencana sebesar 60 persen dari tahun 2020-2022.

"Oleh karena itu kami mengadakan rakor ini sebagai langkah untuk membangun kesiapsiagaan BPBD dan pemerintah daerah (pemda) di wilayah Jatim dalam menangani dan menanggulangi bencana," katanya.

Suharyanto menjelaskan bahwa jenis bencana yang paling banyak terjadi di Jatim adalah bencana hidrometereologi basah seperti banjir, angin puting beliung, dan longsor, serta bencana hidrometerologi kering seperti kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan kekeringan.

Untuk itu Suharyanto mengimbau agar BPBD berperan aktif sebagai fungsi komando dalam penanganan bencana. (read.al)