Surabaya,    reporter.web.id   - Politik Dinasti menjelang Pemilu 2024 masih menjadi sorotan. Ini berkaitan Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akhirnya maju menjadi cawapres Prabowo Subianto setelah gugatan usia capres-cawapres dikabulkan Ketua MK yang merupakan adik ipar Jokowi.

Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) UMSurabaya melakukan survei berkaitan politik dinasti dengan responden para pemilih muda di Jatim. Survei ini mendapati 26% para pemilih muda Jatim percaya atau menerima politik dinasti, 33% tidak percaya atau menolak, dan 41% lainnya tidak peduli.

Peneliti Utama PUSAD UMSurabaya Radius Setiyawan mengatakan bahwa terminologi percaya dalam survei itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa responden menerima politik dinasti, sedangkan terminologi tidak percaya dimaksudkan bahwa pemilih muda menolak politik dinasti.

"Jadi percaya itu maksudnya menerima, tidak percaya itu maksudnya menolak. Dalam survei itu kami jabarkan faktor-faktor apa yang membuat responden itu percaya atau menerima, dan faktor apa yang membuat mereka tidak percaya atau menolak," ujar Radius kepada detikJatim, Jumat (27/10/2023).

Radius menjelaskan bahwa survei itu dilakukan dalam rentang waktu 14 Oktober hingga 22 Oktober 2023 terhadap 1.075 responden yang tersebar secara proporsional di 38 kabupaten/kota di Jatim. Teknik pengambilan sampel ini memakai Multistage Random Sampling.

Adapun lokasi pengambilan sampel itu, kata Radius, dilakukan di semua kecamatan yang ada di 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, kemudian masing-masing kabupaten/kota diambil 4-5 kecamatan untuk dijadikan sampel penelitian.

Dia jelaskan juga bahwa sampel setiap kecamatan dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah pemilih di tiap kecamatan dan kelurahan yang dijadikan lokasi penelitian.

"Jadi berdasarkan hasil survei ini ada 26% responden yang menyatakan menerima atau percaya dengan politik dinasti. Sebagian besar dari responden yang percaya ini menerima politik dinasti dengan alasan karena dengan politik dinasti suksesi pembangunan dapat dilanjutkan," kata Radius.

Dalam survei itu, sebanyak 30,60% dari responden yang mengaku percaya atau menerima politik dinasti beralasan mereka menerima karena pembangunan bisa dilanjutkan. Sisanya, 28,30% menerima politik dinasti karena calon pemimpin sebelumnya memiliki karakter tegas dan berintegritas.

Lainnya, 27,50% menerima dengan alasan karena calon pemimpin dari politik dinasti memiliki kapital ekonomi yang kuat. Kemudian 26,60% beralasan menerima calon yang terindikasi politik dinasti karena memiliki keturunan pemimpin, dan terakhir 22,50% menerima karena calon pemimpin dari politik dinasti memiliki rekam jejak yang baik.

Sementara soal alasan 33% pemilih muda menolak politik dinasti, Radius menyebutkan hasil survei itu juga menunjukkan ada beberapa alasan. Pertama, 30,60% pemilih muda yang menolak politik dinasti menyatakan tidak percaya atau menolak karena politik dinasti menghambat kaderisasi kepemimpinan.

Selanjutnya, 28,00% pemilih menolak dengan alasan kinerja calon pemimpin sebelumnya buruk dan tidak ada dampak terhadap pembangunan. Kemudian 27,00% responden menolak karena politik dinasti menghambat fungsi check and balance antara eksekutif dan legislatif.

Selanjutnya, ada 25,10% pemilih muda yang menolak politik dinasti karena kecenderungan diskriminatif terhadap minoritas politik. Lalu 24,00% pemilih muda menolak politik dinasti karena kinerja pemimpin sebelumnya memiliki kedekatan dengan calon yang cenderung menyalahgunakan wewenang.

"Kemudian ada juga 23,10% pemilih muda yang menolak politik dinasti karena kecenderungan mengarah pada otoritarianisme. Dan terakhir 20,50% pemilih muda ini menolak politik dinasti karena mereka menganggap cenderung melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)," ujarnya.

Radius mengatakan politik dinasti dipahami sebagai proses reorganisasi kekuasaan melalui perubahan model politik baru dengan pelembagaan kekuatan pemilik modal yang memperlihatkan oligarki kekuasaan dan berpengaruh dalam struktur sosial dan negara dalam demokrasi Indonesia.

Pandangan pemilih muda tentang politik dinasti menurutnya menarik dibincangkan mengingat demografi pemilih di Jawa Timur menjelang Pemilu 2024 didominasi pemilih produktif berusia 17-40 tahun atau kelompok pemilih generasi Z dan generasi millenial.

Dari total 31.402.838 Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di Jawa Timur, ada sebanyak 16.001.790 pemilih yang tergolong pemilih muda. Jumlahnya 51 persen dari total DPT di Jatim.