Breaking News

Belum Putuskan Uji Materi Usia Capres-Cawapres, MK Dinilai Tak Bertanggung Jawab

  


JAKARTA,  reporter.web.id  - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai Mahkamah Konstitusi (MK) bersikap tak bertanggung jawab jika terus mengulur putusan uji materi syarat usia minimal dan maksimal capres-cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. "Upaya kemudian Mahkamah Konstitusi menunda-nunda ini adalah sikap tidak bertanggung jawab Mahkamah Konstitusi dalam proses yang mestinya Mahkamah Konstitusi kawal sebaik-baiknya," kata Feri saat dihubungi pada Selasa (26/9/2023). Feri mengatakan, putusan uji materi itu ditunggu berbagai kalangan karena terkait dengan kepentingan menjelang Pemilu dan Pilpres 2024. Menurut dia, perkara uji materi itu sangat terkait dengan lingkaran kekuasaan dan pihak-pihak yang bakal bersaing dalam Pilpres 2024.

"Sulit dipungkiri bahwa perkara ini berkaitan dengan kepentingan keluarga istana ya, anak presiden, yang punya dorongan dari partai-partai tertentu untuk mencalonkannya menjadi calon wakil presiden," ujar Feri. Di sisi lain, kata Feri, Ketua MK Anwar Usman adalah adik ipar Presiden Joko Widodo. Selain itu, Anwar adalah paman dari Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Gibran kerap diseret ke dalam kontestasi Pilpres 2024 karena namanya disebut diperhitungkan dalam bursa bakal calon wakil presiden. "Tentu korelasinya akan kemana-mana," ucap Feri.

Feri menilai MK seharusnya belajar dari berbagai putusan terdahulu yang mereka buat yang akhirnya bertabrakan karena sikap tak bertanggung jawab dari para hakim konstitusi. "Ini akan menjadikan Mahkamah Konstitusi kian jauh dari muruah peradilan yang merdeka," ujar Feri. Menurut pemberitaan sebelumnya, sikap MK yang tak kunjung memutus uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu, yang mengatur batas usia maksimal capres-cawapres menjadi sorotan berbagai pihak, baik masyarakat sampai eksekutif. Menurut Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, sudah beberapa kali menyinggung soal sikap MK terkait gugatan itu yang sangat lamban.

Mahfud yang merupakan Ketua MK periode 2008 sampai 2013 mengatakan, UU 7/2017 yang sedang diuji materi di MK sebenarnya hanya boleh diubah oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah karena posisi keduanya sebagai positive legislator. Dia menyampaikan, menurut prinsip open legal policy, MK yang dalam posisi sebagai negative legislator tidak bisa menambahkan aturan baru ke undang-undang. Sebab menurut Mahfud, wewenang MK terbatas pada membatalkan aturan di undang-undang yang tak sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.

Mahfud menyampaikan, jika nantinya MK memutuskan syarat usia capres-cawapres yang ada dalam UU 7/2017 tidak sesuai UUD 1945, pemerintah berharap terdapat penjelasan rinci dalam putusan.(read.al)

© Copyright 2022 - REPORTER.WEB.ID | Jaringan Berita Reporter Hari Ini