Breaking News

1.500 Hektar Lahan Tebu Liar di Blitar Masuk Hutan Lindung

 

Buruh tebang tebu di wilayah Blitar

Blitar, reporter.com - Total lahan tebu liar yang berada di wilayah hutan milik Perum Perhutani KPH Blitar mencapai 11.610 hektar. Dari jumlah tersebut, ternyata 1.500 hektar lahan tebu liar yang digarap oleh masyarakat dan para “Sultan” berada di area hutan lindung.


Padahal sejatinya hutan lindung tidak boleh dialih fungsikan sebagai lahan untuk perkebunan tebu. Melihat kondisi itupun Perum Perhutani KPH Blitar akan menghentikan praktik alih fungsi lahan tebu di area hutan lindung.


Para penggarap dan “sultan” akan dilarang untuk menanam kembali tanaman tebunya di area hutan lindung. Sementara lahan tebu liar seluas 1.500 hektar itu pun akan diganti oleh Perhutani Blitar dengan tanaman buah berkayu.


“Biar secara aspek hutan ekologi itu bisa berfungsi dengan baik sumber mata air bisa muncul kembali, mencegah erosi mencegah banjir. Sementara secara ekonomi buahnya bisa diambil leh masyarakat,” kata Administratur Perum Perhutani KPH Blitar, Muklisin, Jumat (4/8/2023).


Praktik bisnis tebu liar ini bukan hanya merugikan negara hingga Rp38 miliar, namun juga merusak ekosistem hutan. Dampaknya sumber mata air di sekitar lingkungan hutan menjadi berkurang, serta adanya banjir dan erosi yang terjadi hampir setiap tahun.


Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar menjadi contoh kongkrit dampak buruk dari alih fungsi hutan. Banyaknya lahan hutan yang beralih fungsi menjadi area perkebunan tebu, membuat wilayah bagian bawah Kecamatan Sutojayan menjadi langganan banjir jika musim hujan tiba.


“Strateginya seperti yang saya sampaikan hutan lindung yang kurang lebih sekitar 1.500 hektar setelah panen tebu maka wajib alih komoditi tidak boleh tebu lagi namun nanam buah berkayu,” imbuhnya.


Permasalahan tebu liar ini bukan hanya sekedar soal kerugian negara dan kerusakan ekosistem hutan semata, namun ada juga kepentingan perut masyarakat. Bertumbuhnya jumlah penduduk serta kurangnya lapangan kerja membuat, sebagian masyarakat desa memilih untuk bertani tebu meski di lahan perhutani.


Perhutani Blitar pun berusaha untuk mengakomodir kepentingan masyarakat yang menjadi penggarap lahan tebu liar. Untuk wilayah hutan lindung, Perhutani Blitar akan menanam buah berkayu, nantinya hasil dari tanaman tersebut bisa diambil dan dimanfaatkan juga oleh masyarakat.


“Jadi dengan begitu masyarakat tetap bisa mengambil hasil buahnya untuk dijual atau dikonsumsi sendiri,” tuturnya.


Sementara untuk yang berada di hutan produksi, maka Perhutani Blitar akan menawarkan perjanjian kerjasama. Dengan perjanjian tersebut para petani masih bisa terus menggarap tebu namun tetap diwajibkan untuk membayar sharing dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp30 ribu per ton. Total luas lahan tebu liar yang berada di area hutan produksi sendiri mencapai lebih dari 10 ribu hektar.


Untuk penggarap di area hutan produksi ini maka akan diwajibkan untuk melakukan perjanjian kerjasama. Nantinya bila ada penggarap yang menolak akan dilakukan penindakan secara hukum.


“Sedangkan untuk yang hutan produksi kita tawarkan kerja sama win-win solution, kita berikan PKS,” tutupnya 

© Copyright 2022 - REPORTER.WEB.ID | Jaringan Berita Reporter Hari Ini