Breaking News

Dikritik PBB terhadap KUHP Baru, Begini Respons Wakil Ketua DPR


Jakarta, reporter.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Sufmi Dasco Ahmad angkat bicara soal kritik Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru disahkan DPR pada Selasa 6 Desember 2022.

Menurut politikus Gerindra itu, PBB menyatakan protes pada Rancangan KUHP yang masih berbentuk draf, bukan pada KUHP yang telah disahkan.

"Ya, saya pikir apa yang disampaikan oleh PBB itu juga mungkin kurang tepat, karena mungkin masih mengacu pada rancangan UU yang bukan diksahkan kemarin," kata Dasco di DPR RI, Jumat, 9 Desember 2022. 

Agar hal serupa tak terulang, Dasco menyebut memang perlu dilakukan sosialisasi secara luas soal isi KUHP yang baru disahkan. Sebab menurut Dasco, banyak pihak protes terhadap KUHP dengan berdasarkan draf yang tersebar.

"Karena memang di luar dugaan bahwa respon dari luar yang agak masif terutama, karena ternyata draf-draf yang lama-lama itu menjadi acuan," kata Dasco.

PBB pada Kamis, 8 Desember 2022, menyatakan bagian-bagian dari KUHP baru tampak tidak sesuai dengan kebebasan fundamental dan hak asasi manusia. Beberapa nilai dalam KUHP yang dinilai tak sesuai itu, antara lain larangan seks di luar nikah dan hidup bersama pasangan yang belum menikah. Larangan ini disebut sebagai ancaman besar bagi hak-hak komunitas LGBTQ di Indonesia.

Ada juga pembaruan untuk pelanggaran terkait penodaan agama. Sementara jurnalis berpotensi terkena jerat hukum kalau menerbitkan berita "yang dapat memicu keresahan".

"Beberapa pasal berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers," kata kantor PBB di Indonesia dalam sebuah pernyataan.

Aturan ini dikhawatirkan PBB akan mendiskriminasi atau memiliki dampak diskriminatif pada perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, minoritas seksual. Selain itu, aturan baru juga dikhawatirkan memperburuk kekerasan berbasis gender, kekerasan berdasarkan orientasi seksual, dan identitas gender. 

Pasal lainnya juga dianggap berisiko melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan dapat melegitimasi sikap sosial negatif terhadap anggota agama atau kepercayaan minoritas dan mengarah pada tindakan kekerasan terhadap mereka.

Pembaharuan ini diyakini akan membuat lebih berisiko bagi pasangan sesama jenis untuk hidup bersama secara terbuka. Kelompok HAM sebelumnya menganggap kelompok LGBTQ+ telah menghadapi diskriminasi yang meluas dan terdampak peraturan yang anti terhadap lingkaran tersebut. (Red. Sl)


© Copyright 2022 - REPORTER.WEB.ID | Jaringan Berita Reporter Hari Ini