Surabaya,    -Kejaksaan Agung Soroti Putusan Pembunuhan Dini Sera Afrianti. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengemukakan teori kesengajaan terkait kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti, di mana terdakwa Gregorius Ronald Tannur dihadapkan pada sejumlah pasal berlapis. Teori ini berkaitan dengan kompleksitas dakwaan yang ditujukan kepada anak mantan anggota DPR RI dari Fraksi PKB, Edward Tannur.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa jaksa telah menyusun dakwaan secara berlapis, meliputi pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, pasal 351 ayat 3 mengenai penganiayaan yang menyebabkan kematian, pasal 359 tentang kelalaian yang mengakibatkan kematian, serta pasal 351 ayat 1 tentang penganiayaan biasa.

Harli juga mengungkapkan keheranannya atas putusan hakim yang membebaskan Ronald dari seluruh dakwaan. Ia menilai putusan tersebut janggal, terutama mengingat hasil visum yang menunjukkan adanya luka robek yang menjadi penyebab kematian korban.

“Visum menunjukkan ada luka memar di tubuh korban, bukan hanya di hati. Terlepas dari apakah CCTV bisa dijadikan bukti atau tidak, putusan bebas ini tampak tidak beralasan. Setidaknya, ada pasal tentang kelalaian yang bisa diterapkan,” kata Harli.

Ia juga menekankan bahwa unsur dolus evantualis—kesengajaan dengan sadar kemungkinan—telah terpenuhi dalam kasus ini. Unsur tersebut didukung oleh hasil visum dan autopsi yang menunjukkan tindakan kekerasan.

“Dalam konteks ini, meskipun akibat dari tindakan tersebut tidak diinginkan, tindakan tersebut tetap harus dipertanggungjawabkan. Hakim seharusnya mempertimbangkan fakta-fakta yang ada, bukan hanya pemikiran subjektifnya,” jelas Harli.

Kejagung berpendapat bahwa putusan hakim tidak mencerminkan fakta-fakta yang ada di persidangan. Harli menegaskan pentingnya bukti yang jelas dalam mencapai keyakinan hukum.

“Mengacu pada pasal 183 KUHP, hakim harus yakin ada peristiwa pidana berdasarkan dua alat bukti. Keyakinan hakim tidak bisa berdiri sendiri tanpa didukung bukti,” ujarnya.

Lebih lanjut, Kejagung menggarisbawahi pentingnya perhatian pada luka robek majemuk yang teridentifikasi dalam autopsi. Luka-luka ini menunjukkan adanya tindakan kekerasan yang dilakukan Ronald.

“Luka robek majemuk jelas menunjukkan adanya pemukulan. Jika hakim berpegang pada fakta, luka-luka ini seharusnya tidak diabaikan,” kata Harli.

Kejagung juga mempertanyakan klaim hakim bahwa kematian korban disebabkan oleh faktor alkohol, dengan menegaskan bahwa luka robek tidak mungkin disebabkan oleh cairan.

Putusan dari Hakim Erintuah Damanik dan rekannya yang menyatakan bahwa semua dakwaan tidak terbukti telah memicu protes dari keluarga Dini dan masyarakat luas. Sebagai tanggapan, jaksa memutuskan untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. (Tim. I)