Breaking News

Nasib Miris Poltekom Malang Terbengkalai hingga Dosen Digaji Rp 1 Juta

 


Surabaya,     reporter.web.id    - Kampus Politeknik Kota Malang (Poltekom) bernasib miris. Bangunan kampus yang berada di Jalan Tlogowaru, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang itu kini terbengkalai. Sedangkan dosennya hanya digaji Rp 1 juta.

Video kondisi kampus yang terbengkalai ini mendadak viral di media sosial. Penelusuran detikJatim, tampak kampus Poltekom dipenuhi spanduk bertuliskan kecaman dan keluhan. Spanduk dengan background putih dan tulisan hitam berbagai ukuran terbentang di pintu masuk Poltekom.

Spanduk tersebut bertuliskan beragam kecaman antara lain "Hak dosen aja gak terpenuhi apalagi hak mahasiswa," "Katanya kota pendidikan tapi kampus kami hancur kok dibiarkan," "Dimana Direktur dan Wakil Direktur??? Gak butuh janji butuhnya bukti," "Reformasi Yayasan #Yayasan out Rektor IKIP Budi Utomo kian eksis poltekom makin miris," "Terlalu sibuk berpolitik, sampai lupa ngurusi politeknik".

Salah satu mahasiswa Poltekom, Mahbub Ubaidilah mengatakan, pemasangan spanduk ini merupakan ungkapan keluhan dan keresahan dari para mahasiswa yang selama ini merasa hak-hak mereka tidak dipenuhi oleh kampus.

"Kami mengambil langkah untuk memasang spanduk ini karena sudah lelah dengan sikap acuh dari pihak kampus. Kami sudah memasang spanduk ini sejak Minggu (19/11) lalu," ujar Mahbub saat ditemui detikJatim di Poltekom pada Senin (20/11/2023).

Mahasiswa Program Studi Teknik Mekatronika itu mengatakan, sejak Desember 2022 hingga saat ini, aktivitas perkuliahan sudah tidak berjalan. Sedangkan jumlah mahasiswa saat ini masih ada sekitar 60 orang.

"Memang saya masuk tahun 2021 itu agak heran karena cuma 10 orang satu angkatan. Kami mengira kan kayak kampus lain mahasiswanya ratusan," terang Mahbub.

Saat menjalani proses perkuliahan, dia semakin heran melihat kondisi kampus yang tidak terawat hingga terlihat terbengkalai. Seperti plafon berlubang, lantai-lantai tegel pecah, kanopi jebol dan hanya ada beberapa ruangan yang difungsikan untuk pembelajaran di bangunan 3 lantai tersebut.

"Gitu itu, pada tahun 2023 kampus menerima mahasiswa baru sejumlah 6 orang. Melihat situasi itu kan kami merasa kasihan dengan adik tingkat kita dengan kondisi kampus seperti itu, belum lagi enggak ada kuliah sama sekali," ungkapnya.

Selain itu, pembayaran uang semester yang dibebankan kepada seluruh mahasiswa tetap berjalan dengan rekening atas nama Politeknik Kota Malang. Uang semester yang harus dibayarkan setiap mahasiswa mulai dari Rp 3 juta sampai Rp 7 juta.

"Selama ini kami membayar uang semester secara rutin. Tapi setelah merasakan situasi seperti ini gak tau kelanjutannya apakah akan lanjut membayar atau tidak," tuturnya.

Dosen Tak Digaji Maksimal
Mahbub juga mendengar bahwa dosen yang selama ini masih mengajar juga tidak digaji kurang lebih 3 tahun. Ini cukup membuat dirinya prihatin dan tidak bisa memaksa para dosen untuk memberikan kuliah secara maksimal.

"Saat saya awal masuk itu ada 6 dosennya, berjalannya waktu semakin berkurang karena banyak yang keluar. Ketika mereka tidak digaji, apakah kami bisa menuntut untuk diajar maksimal, bersyukur saat ini masih ada dosen yang mau bertahan dan mengajar," kata dia.

"Hak-hak kami tidak terpenuhi, banyak mata kuliah kami kosong. Kampus ini niat atau enggak, jadwal enggak ada, kegiatan-kegiatan tidak ada sama sekali," tandasnya.

Sebagai informasi, di Poltekom terdapat 4 program studi, yakni Teknik Mekatronika, Teknik Informatika, Teknik Telekomunikasi dan Destinasi Wisata. Kampus ini didirikan saat masa kepemimpinan Wali Kota Malang Peni Suparto.

Namun, terbentuknya aturan APBD pemerintah daerah tidak boleh digunakan untuk kepentingan instansi seperti politeknik, membuat pengelolaan Poltekom dialihkan melalui yayasan.

Pengakuan Dosen Hanya Digaji Rp 1 Juta
Sementara itu, nasib dosen Politeknik Kota Malang (Poltekom) cukup memprihatinkan. Mereka terpaksa tetap mengajar meski dibayar tidak penuh karena memiliki tanggung jawab moral kepada para mahasiswanya.

Salah satu dosen Poltekom prodi Teknik Mekatronika Panji Peksi Branjangan, MT (40) mengaku sejak April 2020 hingga saat ini hanya dibayar Rp 1 juta per bulan. Padahal, gaji yang dia dapat seharusnya sekitar Rp 3 juta.

"Meski begitu saya tetap harus mengajar karena memiliki tanggung jawab moral, mengingat masih ada dua angkatan yang belum saya luluskan di Poltekom," ujar Panji saat dihubungi detikJatim, Senin (20/11/2023).

Ia bersama dosen-dosen lain mengaku sempat menanyakan kenapa gajinya tak penuh kepada pihak kampus yakni Direktur dan Wakil Direktur. Namun pihak kampus hanya memberi janji manis belaka.

"Pernah kami menanyakan soal hanya dibayar Rp 1 juta, dan dari Direktur atau Wakil Direktur itu cuman menjanjikan akan dibayar sisanya. Tapi buktinya apa sampai sekarang ya cuman Rp 1 juta setiap bulan," terang Panji.

"Bahkan yang kami ketahui ada dosen-dosen yang keluar, bahkan ada yang meninggal saat COVID-19 dulu itu, gajinya belum diselesaikan atau diberikan kepada keluarga mereka. Ini sangat disesalkan," sambungnya.

Dia sendiri tidak memungkiri dengan pembayaran gaji yang tidak sesuai berdampak pada sistem pembelajaran bagi mahasiswa. Sebab, para dosen harus menyesuaikan budget akomodasi untuk mengajar.

"Jadi kami perhitungkan untuk transportasi Rp 1 juta itu cukupnya untuk berapa kali berangkat ke kampus, worth it-nya untuk berapa hari. Itu nanti kita sesuaikan dengan model pembelajaran baik secara langsung atau online," kata Panji.

Beban yang lebih berat lagi, dengan berkurangnya jumlah dosen memaksa para dosen yang tersisa terpaksa harus merangkap dengan mengajar beberapa mata kuliah.

"Dengan mengajar mata kuliah rangkap ini harusnya kami dibayar lebih. Tapi apalah daya gaji kami disamakan dengan petugas cleaning service," terangnya.

"Kami selama ini sudah mengupayakan dengan meminta kepada direktur untuk bertemu pihak yayasan. Tapi selama ini tidak pernah berhasil," sambungnya.

Tak hanya itu, pria yang sudah menjadi dosen di Poltekom sejak tahun 2010 itu semakin tidak mengerti dengan maksud pihak kampus menerima mahasiswa baru tahun 2023. Sedangkan situasi kampus tidak ada kejelasan.

"Satu angkatan maba 2023 ini belum mengikuti mata perkuliahan. Dari direktur tidak pernah menghubungi dosen terkait mekanisme mengajar dan gajinya seperti apa. Sehingga yang menjadi korban para maba ini karena tidak ada kejelasan," ungkapnya.(red.al)


© Copyright 2022 - REPORTER.WEB.ID | Jaringan Berita Reporter Hari Ini