Lamongan, reporter.web.id – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Lamongan, Umuronah mengatakan bahwa kasus pernikahan anak di Lamongan mengalami peningkatan.

Menurut Umuronah, seluruh kasus perkawinan anak itu disebabkan oleh faktor budaya, yang memandang bahwa pernikahan anak masih dianggap lumrah di lingkungan masyarakat saat ini.

Sehingga untuk menindaklanjutinya, Umuronah menyampaikan, DP3A Lamongan telah memulai Rencana Aksi Daerah (RAD) terkait pencegahan perkawinan anak melalui lokakarya, yang bertempat di Aula Gadjah Mada Pemkab Lamongan Lantai 7, Selasa (12/9/2023).

Lokakarya ini adalah hasil kolaborasi antara DP3A dengan Usaid Erat yang sekaligus merupakan program kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Amerika Serikat.

“Kami ada peningkatan kasus pernikahan anak, pada tahun 2022 tercatat ada 462 kasus. Faktor yang mendominasi kasus tersebut ialah dari faktor budaya atau kebiasaan di sekitar masyarakat,” ungkapnya.

Ditegaskan oleh Umuronah, kegiatan lokakarya ini memiliki sejumlah tujuan, di antaranya forum kolaborasi semua pihak, sebagai penyusunan draft awal RAD berbasis data dan permasalahan yang secara empiris bersumber dari keterbatasan pengetahuan multi pihak dalam pencegahan perkawinan anak.

“Termasuk bertujuan untuk mewujudkan draft RAD pencegahan perkawinan anak yang aplikatif,” tambahnya.

Masih kata Umuronah, DP3A bersama PKK Kabupaten Lamongan juga telah merealiasikan program desa model pencegahan perkawinan anak, yang disingkat dengan Sadel Cepak.

Program tersebut ditujukan kepada desa dengan angka perkawinan anak tertinggi, sehingga dengan penyematan desa model akan mengedukasi serta menumbuhkan komitmen guna meminimalisir perkawinan anak.

“Kami juga telah melakukan MoU bersama Pengadilan Agama demi bisa meningkatkan pelayanan dalam hal pelayanan integrasi data, serta demi mengantisipasi perkawinan anak yang berdampak pada perceraian,” terangnya.

Hal senada juga dikatakan oleh Koordinator Usaid Erat Provinsi Jawa timur, Dina Limanto. Menurutnya, hadirnya lokakarya yang berlangsung selama 2 hari ini memberikan penjelasan terkait dampak negatif dari perkawinan anak, mulai dari sisi medis, ekonomi, sosial, dan lainnya.

“Dampak dari perkawinan anak itu panjang, tidak hanya bahaya dari segi medis. Namun juga dari sisi lainnya. Salah satunya ialah lahirnya anak stunting karena belum sempurnanya sistem reproduksi dan parenting,” sebut Dina.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Lamongan Moh. Nalikan yang berkesempatan untuk membuka Lokakarya menuturkan, aksi yang harus dilakukan untuk mencegah perkawinan anak akan efektif jika dimulai dari pemerintah terbawah, yakni Pemerintah Desa.

Melalui desa itulah, Nalikan menilai, pencegahan lebih bisa dibangun dan difokuskan pada aspek sosial yang memang berada di tengah masyarakat. “Komitmen yang kita susun untuk pencegahan perkawinan anak bisa efektif jika kita mulai atau fokuskan dari lapisan terbawah. Karena yang kita bangun adalah aspek sosialnya. Contohnya Pemdes harus memiliki peraturan yang kuat karena proses pernikahan dalam hal surat menyurat berada dari Pemdes,” jelas Nalikan.(read.al)