Breaking News

Pengamat Hukum Unair Nilai SIM Seumur Hidup Tidak Efektif

Surabaya, reporter.com - Wacana pemberlakuan masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM) dari lima tahun menjadi seumur hidup kembali muncul dalam rapat dengar pendapat DPR-RI dengan Korlantas Mabes Polri. Namun, wacana tersebut dinilai tidak efektif oleh sejumlah pakar.


Bagus Oktafian Abrianto, SH.,M.H.,Dosen Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga mengatakan, kebijakan yang berkaitan dengan SIM adalah kewenangan Polri.


SIM pada hakekatnya adalah bagian dari ijin yang itu merupakan produk dari tindakan pemerintah dan pemerintah dalam menjalankan kewenangannya salah satunya adalah untuk mengatur masyarakat.


“Ijin ini harus disertai dengan syarat syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh masyarakat agar dapat menggunakan atau diberikan ijin,” ujar Bagus Oktafian Abrianto, SH, MH, Jumat (4/8/2023).


Dosen Unair ini menambahkan pemerintah ketika mengeluarkan ijin, tidak serta merta memberikan kepada pemohon, tetapi harus memenuhi kualifikasi tertentu.


Bagus Oktafian Abrianto, SH.,M.H Dosen Hukum administrasi FH Unair

Dalam konteks SIM, pemerintah dalam hal ini Polri ketika mengeluarkan ijin juga harus disertai pengawasan. Sehingga pemegang ijin tidak bisa serta merta selesai dapat ijin tanpa pengawasan, tetapi juga harus disertai pengawasan dalam tahapan tahapan pengawasan tertentu.


Dalam konteks wacana terkait masa berlaku SIM, menurutnya ada dua hal yang harus dibedakan antara kepentingan politis dan legal atau hukum. Dalam perspektif legal atau hukum sudah jelas jika ijin atau SIM ada persyaratan, kriteria dan jangka waktunya.


“Bagi Saya secara akademisi, sepakat jika SIM ini harus ada jangka waktunya, kenapa? Pertama karena orang yang mendapatkan SIM pada saat awal belum tentu sama keadaannya pada saat tahun tahun berikutnya. Misalnya si A mendapatkan SIM pada tahun 2023, pada tahun 2024 keadaannya si A mengalami sakit.


“Pertanyaannya, apakah sama perlakuan orang yang sakit yang tidak bisa mengendarai sepeda motor dengan orang yang tidak sakit, ini kan hal yang berbeda,” ujarnya.


Sedangkan hal yang kedua, ada batasan tertentu dalam ijin misalnya seseorang yang diberikan SIM itu ketika patuh pada ketentuan peraturan lalu lintas, dalam perjalanan waktu, orang yang memiliki SIM ini banyak melanggar ketentuan dan peraturan lalu lintas. Apakah orang ini akan di berikan SIM selamanya? Menurut saya, hal ini tidak etis dan tidak sesuai hukum yang berlaku, karena hukum itu juga harus berlandaskan moral dan etis.


“Jika ada orang yang melanggar dan kemudian SIM nya dicabut sebelum masa berlakunya ya ndak papa karena sebagai salah satu aplikasi pengawasan, dan menjadi kewenangan Polri sesuai dengan pasal 16 ayat 2 Undang Undang Polri dan Undang Undang pelayanan publik,” lanjutnya.


Pengamat Transportasi Unesa

Prof Dr Ir Dadang Supriyanto, MT, Pengamat Transportasi dari Unesa

Prof Dr Ir Dadang Supriyanto, MT, Pengamat Transportasi dari Unesa mengatakan, SIM ini merupakan sertifikasi dari pengemudi, sehingga melalui prosedur dan tahapan yang berlaku.


“Seorang pengemudi itu harus dibekali kompetensi keahlian sesuai amanah UU Bo 22 tahun 2004, karena seorang pengemudi membawa orang, penumpang atau barang. Sehingga seorang pengemudi harus dibekali dengan uji kompetensi,” ujar Prof Dr Ir Dadang Supriyanto.


Ia menambahkan, sebelum diterbitkan sertifikasi atau SIM ada uji tes secara fisik, pengetahuan, tentang rambu dan aturan. Hal ini dikarenakan didalam fundamental angkutan jalan ada empat pilar, yaitu manusia, sarana, prasarana dan regulasi.


“Dengan SIM yang mempunyai batasan waktu, diharapkan mekanisme evaluasi, pengawasan dan edukasi bisa berkesinambungan, karena SIM mencakup masalah kompetensi dalam mengemudi,” katanya.


Menurut Prof DR Ir Dadang, seorang pengemudi kemampuannya harus dievaluasi, sehingga bisa di ketahui kemampuannya naik atau turun. Indikasi kemampuan itu bisa dilihat dari prosentase pelanggaran yang dilakukan, seperti melanggar batas kecepatan, marka, rambu rambu yang dilakukan oleh pengemudi.


“Jika SIM berlaku seumur hidup, di kuatirkan, berkurangnya faktor pengawasan, karena si pemilik sertifikasi atau SIM ini, secara subjektif juga akan mengalami dinamisasi, misalkan bertambahnya usia, faktor kesehatan, dan lain lain,” ujarnya.


Dosen di Unesa ini mengatakan, terkait dengan pelayanan yang diberikan oleh Polri khususnya dalam proses penerbitan SIM, diharapkan bisa mengkuti petunjuk Kapolri untuk memberi kemudahan dengan tetap berdasarkan kompetensi atau kemampuan demi keselamatan bersama dalam berlalu lintas.


Kesimpulan


Wacana pemberlakuan masa berlaku SIM dari lima tahun menjadi seumur hidup dinilai tidak efektif oleh sejumlah pakar. Alasannya, SIM merupakan sertifikasi yang harus diperbarui secara berkala untuk memastikan kompetensi pengemudi tetap terjaga. Selain itu, masa berlaku SIM yang seumur hidup dapat berpotensi mengurangi faktor pengawasan terhadap pengemudi.

© Copyright 2022 - REPORTER.WEB.ID | Jaringan Berita Reporter Hari Ini