Breaking News

Apindo Batu Keberatan UMK Tembus Rp 3 Juta.

  


BATU, Reporter.com (12/12/2022) – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batu keberatan dengan penetapan upah minimum kota/kabupaten (UMK) sebesar Rp 3 juta. Hal tersebut dinilai memberatkan para pengusaha.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batu, Soerjo Widodo mengatakan, formulasi penghitungan upah minimum dengan Permenaker nomor 18 tahun 2022 cukup memberatkan kalangan pengusaha.

Secara hierarki, aturan itu bertentangan dengan PP nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan yang menetapkan kenaikan upah minimum hanya sebesar 1 persen. Namun aturan tersebut menurut Apindo tidak digunakan, karena yang digunakan adalah Permenaker nomor 18 tahun 2022. Dalam ketentuan itu ditetapkan maksimal kenaikan upah 10 persen “Secara hierarki Permenaker bertentangan dengan PP nomor 36 tahun 2021. Dalam PP itu sudah ada rumus penghitungan upah minimum. Kota tiba-tiba bikin atran rumus baru melalui Permenaker,” ujar Soerjo saat dikonfirmasi Minggu kemarin (11/12).

Sebagaimana diketahui, Gubernur Jatim menetapkan besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2023 pada Kamis (8/12). Hal itu dituangkan pada SK Gubernur Jatim nomor 188/889/KPTS/013/2022 tentang UMK di Jawa Timur tahun 2023. UMK Kota Batu pada tahun 2023 ditetapkan sebesar Rp 3.030.367.09. Ada kenaikan sebesar Rp 200 ribu atau 7,07 persen dari UMK 2022 sebesar Rp
2.830.367,64.

Soerjo mengatakan, Apindo merasa keberatan dengan kenaikan upah pekerja yang dinilai memberatkan pengusaha. Terlebih kondisi perekonomian masih belum stabil. “Pastinya keberatan dengan kenaikan ini, tapi mau bagaimana lagi sudah disahkan. Seharusnya disesuaikan dengan kondisi global yang berdampak pada ekonomi dalam negeri. Mengingat dunia ekonomi belum pulih dari Covid dan resesi,” jelasnya.

Dengan kenaikan UMK yang menurut Soerjo dipaksakan itu, berdampak buruk bagi pengusaha. Yakni pengusaha akan collapse atau bangkrut. Bahkan saat ini dicontohkannya, ada perusahaan rokok yang melakukan PHK kepada ribuan pegawainya karena Covid atau resesi.

Dia menambahkan, kenaikan 5-7 persen ini bisa dibenarkan jika kondisinya tepat. Namun, kondisi saat ini belum ideal untuk kenaikan UMK tersebut. Selain itu, kenaikan upah itu juga tidak ada jenjang ijazah. “Ijazah S1 atau SMA seharusnya beda, tak memberi keadilan bagi pekerja,” tandasnya.

Sementara itu, isu ketenagakerjaan yang selalu menjadi persoalan pelik setiap tahun adalah penetapan upah minimum. Untuk formulasi penetapan upah minimum tahun 2023, mengacu pada Permenaker nomor 18 tahun 2022. Dalam ketentuan itu ditetapkan maksimal kenaikan upah 10 persen. (hum.ry)

© Copyright 2022 - REPORTER.WEB.ID | Jaringan Berita Reporter Hari Ini